Simulakrum dan Eksistensi Manusia

 Dewasa ini makanan, minuman, pakaian, kecantikan, dan produk budaya populer lainnya memenuhi kehidupan manusia untuk membentuk kepribadian manusia. Orang mudah jatuh ke konsumerisme karena gencarnya promosi kreatif. Selain itu, arus informasi berjalan dengan cepat, yang melintasi batas-batas pribadi. Tak jarang manusia akhirnya 'tenggelam' di arus informasi. Manusia dengan mudah terbawa oleh informasi yang ditawarkan oleh media yang pada akhirnya menyebabkan matinya keberadaan manusia.

Filsuf dan Sosiolog Jean Baudrillard memiliki pandangan khusus terkait fenomena di atas. Dia mengungkapkan pandangannya tentang simulakra. Simulakras adalah konstruksi pemikiran imajiner manusia atas realitas tanpa secara esensial menghadirkan realitas itu sendiri. Tidak ada kondisi "nyata" tetapi representasi yang dianggap kenyataan. Kapitalisme memanfaatkan konstruksi pemikiran imajinatif manusia untuk meningkatkan konsumerisme hingga akhirnya muncul dunia simulakras yang memiliki beberapa implikasi, mulai dari individu hingga ranah sosial.

Implikasi pertama adalah lahirnya masyarakat simbolik. Ini mengasumsikan bahwa ketika orang membeli suatu produk, mereka cenderung mempertimbangkan label atau merek daripada penggunaannya. Perilaku ini menimbulkan banyak masalah mulai dari konsumsi berlebihan, kedangkalan berpikir, menumpuknya sampah, hingga hilangnya kemampuan masyarakat untuk menyaring mana yang penting dan yang tidak. Masyarakat simbolik mengubah mode konsumsi dari mode konsumsi menjadi simbol.

Berkenaan dengan simulakra, dampak dunia ini tidak terbatas pada konsumsi simbol. Lebih lanjut Baudrillard menjelaskan implikasi kedua dimana fenomena toko obat yang secara etimologis berarti toko obat, namun secara khusus mengacu pada minimarket atau supermarket yang buka 24 jam. Minimarket dan supermarket tidak hanya menjual satu jenis barang tertentu. Dengan jenis barang yang beragam, pembeli cenderung bisa membeli banyak barang di satu toko, tidak perlu pindah ke toko lain untuk membeli barang yang berbeda. Dalam hal ini, apotek mengedepankan efisiensi. Namun, drugtore tersebut bukannya tanpa efek negatif, bagi Baudrillard efek negatifnya adalah memicu konsumerisme.

Implikasi ketiga, dalam ranah sosial, simulakra menimbulkan perbedaan antar komunitas. Jika ditelisik lebih jauh, perbedaan ini bukan berarti ilusi pun merupakan ciptaan masyarakat, karena jarak sosial hanya ditentukan oleh pola konsumsi manusia. Misalnya, orang-orang yang lebih banyak menghabiskan waktu di kedai kopi cenderung memiliki peringkat yang lebih tinggi daripada mereka yang hanya menghabiskan waktu di angkringan. Secara sederhana, status sosial ditentukan oleh apa yang kita konsumsi.

KEHILANGAN RUANG UMUM DAN EKSTASI KOMUNIKASI

Persoalan yang melingkupi dunia sosial tidak hanya sebatas perbedaan, tetapi lebih jauh lagi ketika sebuah realitas ditransformasikan sedemikian rupa dalam bentuk manipulasi simbolik seperti dalam konsep dunia simulakra. Dengan hadirnya media sosial, tindakan masyarakat selanjutnya adalah semua komoditas akan diinformasikan hingga muncul masalah baru yang disebut 'ekstasi komunikasi'. Dalam hal ini kepentingan informasi tidak terlalu diperhatikan, karena yang terpenting adalah tindakannya. Berdasarkan uraian umum ini, beberapa efek ekstasi komunikasi akan diuraikan lebih lanjut.

Dampak pertama adalah arti kematian. Masyarakat dijejali informasi yang begitu banyak, arus informasi membengkak dari berbagai arah dan komunikasi yang begitu cepat. Manusia dapat berkomunikasi dengan cepat dan arus informasi datang dari berbagai arah, namun komunikasi dan informasi sangat minim atau minim makna. Informasi yang tidak terlalu penting untuk kita ketahui ternyata banyak berseliweran di media sosial.

Efek kedua disebut kecabulan atau kecabulan. Di sinilah letak ranah publik, karena kecabulan yang dimaksud adalah transparansi total atau masyarakat yang cenderung mengekspos segala aktivitas yang bahkan bersifat privat. Kehilangan kemampuan untuk membedakan mana yang cocok untuk dipublikasikan di publik dan mana yang tidak.

Dampak ketiga adalah keadaan dimana moda komunikasinya hanya merasakan sensasi pada saat-saat tertentu, bisa disebut epilepsi komunikasi. Alih-alih menyampaikan berita penting, media lebih memilih menyampaikan berita yang bersifat sensasional. Tentunya fenomena seperti ini sering kita jumpai di media massa.

MATI KEHIDUPAN MANUSIA

Jika kita mencoba merefleksikan lebih dalam tentang fenomena yang berkaitan dengan simulakra dan ekstasi komunikasi, kita akan menemukan bahwa dampak tersebut dapat mengancam keberadaan manusia bahkan dapat membunuh mereka. Untuk pembahasan lebih lanjut, saya akan meminjam gagasan Soren Kierkegaard tentang eksistensialisme.

Kierkegaard mengartikan eksistensi sebagai sesuatu yang tidak dapat direduksi dalam realitas lain seperti masyarakat, ekonomi, ide, dan sebagainya. Ada artinya hidup secara sadar, subyektif penuh makna dan bukan secara mekanis. Sedangkan dalam masyarakat, mereka hidup dalam penguasaan pasar bebas sehingga tergiur oleh rayuan iklan dan akhirnya terjerumus ke dalam lingkaran konsumerisme. Mereka kehilangan makna dan kesadaran untuk memilah komoditas mana yang harus dibeli dan mana yang hanya sesekali. Pasalnya, industrial intelligence mengubah cara produksi yang sekarang menjadi mode konsumsi dan mode konsumsi menjadi mode konsumsi simbolik.

Modus ini, jika relevansinya ditarik dari eksistensialisme Kierkegaard, dapat berubah menjadi masalah baru yang disebut kerumunan atau kerumunan. Karena pemilik industri akan terus menciptakan kebutuhan yang menarik banyak orang atau bisa dikatakan cukup pintar menciptakan trend. Trennya adalah menawarkan brand dengan kualitas tertentu, maka cukup menjadi simbol yang mewakili masyarakat secara keseluruhan, sehingga sebagian orang akan merasa terasing jika tidak mengikuti tren ini.

Ketika seseorang tenggelam dalam sebuah tren, ada seseorang yang kehilangan keasliannya dan dalam pandangan Kierkegaard Kehilangan keaslian adalah sebuah masalah. Orang cenderung takut mengikuti kemauan mutlaknya dan lebih suka mengikuti apa yang disukai banyak orang, disinilah eksistensi seseorang mati.

Telah disebutkan sebelumnya tentang dampak ekstasi komunikasi, yang meliputi makna kematian, kecabulan atau ketidaksenonohan, dan epilepsi komunikasi. Dalam ketiga dampak tersebut, kita akan kembali menemukan permasalahan yang berkaitan dengan keberadaan manusia. Dampak ini mencirikan manusia yang kehilangan keasliannya untuk menentukan apakah informasi tersebut relevan untuk kehidupannya atau hanya sekedar banjir informasi dengan makna yang minim? Kita ambil contoh dalam kasus epilepsi komunikasi, sebagai manusia yang ada, tidak boleh mudah terbawa oleh informasi yang sensasional belaka, jika terbawa maka ia telah mereduksi keberadaannya menjadi informasi yang sensasional tadi.

Manusia harus hidup dengan kesadaran penuh, subyektif dan makna non-mekanis, dan tidak mudah direduksi menjadi realitas seperti simulakra dan ekstasi komunikasi. Manusia hadir dengan segala potensi untuk menjadi otentik, bahkan tidak hidup secara mekanis seperti robot tanpa kesadaran, yang dengan mudah dikendalikan oleh sesuatu di luar dirinya. Kierkegaard mempunyai gambaran tentang tingkatan-tingkatan eksistensi manusia, salah satunya dan yang termasuk tingkatan terendah adalah estetika. Pada level ini manusia menjadi hedonistik, masyarakat mencari kesenangan sementara dan terus berusaha untuk memuaskan keinginannya. Terjebak dalam lingkaran konsumerisme dan ekstasi komunikasi menandakan bahwa tingkat eksistensi seseorang masih pada level terendah, keberadaannya terancam bahkan lebih jauh lagi eksistensinya mati karena telah tenggelam dalam realitas.

baca juga:

  1. Relasi antara Fitrah Manusia dan Realitasnya - PikiranKita
  2. Menjadi Bangsa Demokratis Otentik ala Socrates - PikiranKita
  3. Psikopatologi Sigmund Freud: Masa Kanak-kanak dan Ingatan yang Tersembunyi - PikiranKita

ADMIN PK Blog PikiranKita merupakan media penulisan dan tempat untuk menuangkan segalah bentuk teori pemikiran yang memiliki landasan jelas agar menjadi bahan edukasi bagi para pembacanya. Teori pikiran tersebut baik berasal dari para Tokoh Pemikir ataupun dari kita sendiri. whatsapp twitter linkedin soundcloud

Belum ada Komentar untuk "Simulakrum dan Eksistensi Manusia"

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel